Tidak dapat
dipungkiri bahwa saat ini banyak umat Islam yang telah banyak yang terjebak
pada transaksi riba. Mereka menyimpan uangnya di bank konvensional dan memakan
bunganya. Adapula yang meminjam di bank konvensional untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik untuk konsumtif maupun usaha (produktif). Bagaimanakah agar
terhindar dari praktek riba? Solusinya adalah upaya hijrah ke bank syariah dan
lembaga keuangan syariah lainnya.
Bank syariah
menawarkan dua produk utama, yaitu simpanan dan pembiayaan. Produk simpanan
bank syariah terdiri dari tabungan, deposito, dan giro. Pada produk simpanan,
ada dua akad yang digunakan, yatu akad wadi’ah (titipan) dan akad Mudharabah.
Akad Wadi’ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari
pemilik kepada penyimpan dana untuk mengembalikan dana atau barang titipan
sewaktu-waktu (Bank Indonesia, 2008)). Akad Wadi’ah biasa digunakan
untuk produk simpanan berupa tabungan dan giro. Jika nasabah memilih akad Wadi’ah,
maka bank syariah akan menerima titipan uang tersebut dan disimpan dengan baik.
Nasabah dapat mengambilnya sewaktu-waktu sesuai yang dibutuhkan. Bank dapat
memberikan bonus atas titipan uang tersebut. Besarnya bonus tidak boleh
diperjanjikan di depan, dan semata-mata merupakan pemberian bank kepada
nasabah.
Akad
Mudharabah dalam produk
simpanan adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (Shohibul maal)
kepada pengelola dana (Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu
yang sesuai syariah, dengan pembagian bagi hasil usaha antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Ketika nasabah memilih akad mudharobah dalam produk tabungan
atau deposito, ia akan mendapatkan bagi hasil sesuai nisbah yang telah
disepakati bersama bank syariah. Misal nasabah mendapatkan nisbah bagi hasil 35
persen dan bank syariah 65 persen. Uang
tabungan dan deposito milik nasabah akan diputar oleh bank untuk pembiayaan
syariah yang menguntungkan. Hasil
keuntungan dari penyaluran dana tersebut dibagi dengan nisbah yang telah
disepakati tadi. Uang simpanan nasabah akan bertambah karena setiap bulannya
akan mendapatkan bagian keuntungan yang diperoleh oleh bank. Berbeda dengan
bank konvensional, simpanan nasabah akan diberikan bunga sebesar persentase
tertentu. Hasil dari bunga ini haram, sedangkan tambahan simpanan nasabah yang
berasal dari bonus maupun bagi hasil hukumnya halal.
Produk
pembiayaan bank syariah ada beberapa macam, secara umum dapat dikelompokkan
menjadi tiga prinsip, yaitu prinsip jual beli, prinsip bagi hasil, dan prinsip
sewa menyewa atau upah. Apabila masyarakat
membutuhkan rumah atau kendaraan dan uangnya belum mencukupi, maka dapat
mengajukan pembiayaan ke bank syariah. Contoh: A membutuhkan membeli rumah
seharga Rp 300 juta, namun baru memiliki uang sebanyak Rp 100 juta. Maka A akan
mengajukan pembiayaan pembelian rumah kepada bank syariah. Setelah memenuhi
beberapa persyaratan yang telah ditentukan oleh bank, bank akan menjual kembali rumah tersebut
kepada A dengan mengambil keuntungan (margin) misalnya 50 persen. Jadi bank
menjual rumah tersebut sebesar RP 450 juta kepada A dan boleh diangsur selama
10 tahun. Karena A telah memberikan uang muka sebesar Rp 100 juta, maka A
tinggal mengangsur sebanyak RP 300 juta selama 10 tahun ke bank syariah. Inilah
yang dinamakan prinsip jual beli dengan menggunakan akad murobahah.
Pengertian murabahah
adalah akad yang dipergunakan dalam perjanjian jual beli barang dengan
menyatakan harga pokok barang dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual (bank syariah)
dan pembeli (nasabah). Bank syariah membiayai sebagian atau seluruh harga
pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank syariah
membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank syariah sendiri,
kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual yaitu harga
pokok barang ditambah keuntungan.
Prinsip bagi
hasil biasanya digunakan untuk pembiayaan yang bersifat produktif. Contoh: A
ingin mengembangkan usaha produksi tas. Modal tambahan yang diperlukan senilai
Rp 250 juta. A kemudian mengajukan pembiayaan usaha kepada bank syariah sebesar
Rp 250 juta. Setelah seluruh persyaratan pengajuan lengkap, bank akan meneliti
kelayakan tersebut. Jika dianggap layak, maka bank syariah akan menyalurkan
pembiayaan usaha tas kepada A. Keuntungan usaha yang berhasil diperolah A,
dibagihasilkan dengan bank syariah sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati,
misalnya A mendapatkan bagian 60 persen dari keuntungan, dan bank syariah
mendapatkan bagian 40 persen dari keuntungan. Inilah yang dinamakan dengan
prinsip bagi hasil menggunakan akad mudharobah. Np.06.14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar