Cari Blog Ini

Senin, 11 November 2013

Kemenag Ajak Aliran Islam Menyikapi Dengan Arif Perbedaan


Perbedaan bukan halangan untuk meraih keharmonisan dalam hubungan beragama, justru perbedaan ini bisa menjadi kekuatan positif dalam membangun ekonomi umat.
''Perbedaan itu adalah mozaik, yaitu potongan warna-warni yang bila dirajut akan membuat hidup kita lebih berwarna,'' kata Prof Machasin, kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama saat membuka acara dialog pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan pusat dan daerah intern agama Islam di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (16/10).
Menurut Muchsin, apabila visi antara pemimpin ormas islam dapat disatukan maka ini akan menjadi pondasi penting pemeliharaan umat beragama. Munculnya berbagai ormas islam memberikan warna tersendiri. Dengan sentuhan seni, warna tersebut dapat dikombinasikan sehingga dapat salingmenutupi kelemahan dan melengkapi kekuatan.
“Artinya, ormas islam yang bermacam-macam itu akan menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat. Kekuatan itu dapat digunakan untuk melakukan kerja-kerja sosial dan keagamaan yang lebih besar dibandingkan sebelumnya,” ungkap Muchsin.
Lebih lanjut, Prof DR Singgih Tri Sulistyo, Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Undip mengungkapkan dakwah “internal” di kalangan umat islam hingga kini masih menghadapi persoalan konflik dan kekerasan secara internalpula.
“Pemimpin dan tokoh muslim sepanjang sejarah umat islam berusaha mewujudkan persatuan umat islam sebagai ummatan wahidah. Realitasnya, sepanjang sejarah itu pula, perseteruan, konflik, dan kekerasan berlanjut,” ujar Singgih yang juga merupakan Ketua DPW LDII Jawa Tengah.
Dalam hal ini, sesuai dengan apa yang diupayakan oleh Kemenag, diperlukan perspektif multikulturalisme untuk memahami keberagaman dalam islam. “Multikulturalisme sering dimaknai sebagai paham yang menekankan penerimaan terhadap realitas keberagaman, dan berbagai macam budaya. Keberagaman itu menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan dan politikyang mereka anut,” kata Singgih.
Sudah sepantasnya pemimpin dan tokoh islam memahami bahwa perbedaan itu adalah rahmat. Umat islam yang telah berusia sekitar 14 abad, semestinya cukup memberi pelajaran terbaik dalam memecahkan persoalan firqah. Dalam konteks itulah perlu transformasi pemahaman firkah al-islam dari segi filsafat, agama dan kemasyarakatan supaya mendapatkan pemahaman baru dan solusi terkait kondisi firkah yang membawa konflik dan kekerasan, melaluiforum dialog dan komunikasi.
Kegiatan dialog dan komunikasi yang dihelat di Kalsel ini dihadiri sejumlah perwakilan ormas islam. Diantaranya Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia, Persis, Al-Irsyad, Dewan Masjid Indonesia, Al Wasliyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). (Frediansyah Firdaus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar