Cari Blog Ini

Jumat, 27 Juni 2014

Transaksi Yang Haram dan Solusinya (2)



Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini banyak umat Islam yang telah banyak yang terjebak pada transaksi riba. Mereka menyimpan uangnya di bank konvensional dan memakan bunganya. Adapula yang meminjam di bank konvensional untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk konsumtif maupun usaha (produktif). Bagaimanakah agar terhindar dari praktek riba? Solusinya adalah upaya hijrah ke bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya.

Bank syariah menawarkan dua produk utama, yaitu simpanan dan pembiayaan. Produk simpanan bank syariah terdiri dari tabungan, deposito, dan giro. Pada produk simpanan, ada dua akad yang digunakan, yatu akad wadi’ah (titipan) dan akad Mudharabah. Akad Wadi’ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu (Bank Indonesia, 2008)). Akad Wadi’ah biasa digunakan untuk produk simpanan berupa tabungan dan giro. Jika nasabah memilih akad Wadi’ah, maka bank syariah akan menerima titipan uang tersebut dan disimpan dengan baik. Nasabah dapat mengambilnya sewaktu-waktu sesuai yang dibutuhkan. Bank dapat memberikan bonus atas titipan uang tersebut. Besarnya bonus tidak boleh diperjanjikan di depan, dan semata-mata merupakan pemberian bank kepada nasabah.

Akad Mudharabah dalam produk simpanan adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (Shohibul maal) kepada pengelola dana (Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian bagi hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Ketika nasabah  memilih akad mudharobah dalam produk tabungan atau deposito, ia akan mendapatkan bagi hasil sesuai nisbah yang telah disepakati bersama bank syariah. Misal nasabah mendapatkan nisbah bagi hasil 35 persen dan bank syariah 65 persen.  Uang tabungan dan deposito milik nasabah akan diputar oleh bank untuk pembiayaan syariah yang menguntungkan.  Hasil keuntungan dari penyaluran dana tersebut dibagi dengan nisbah yang telah disepakati tadi. Uang simpanan nasabah akan bertambah karena setiap bulannya akan mendapatkan bagian keuntungan yang diperoleh oleh bank. Berbeda dengan bank konvensional, simpanan nasabah akan diberikan bunga sebesar persentase tertentu. Hasil dari bunga ini haram, sedangkan tambahan simpanan nasabah yang berasal dari bonus maupun bagi hasil hukumnya halal.

Produk pembiayaan bank syariah ada beberapa macam, secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga prinsip, yaitu prinsip jual beli, prinsip bagi hasil, dan prinsip sewa menyewa atau upah. Apabila masyarakat  membutuhkan rumah atau kendaraan dan uangnya belum mencukupi, maka dapat mengajukan pembiayaan ke bank syariah. Contoh: A membutuhkan membeli rumah seharga Rp 300 juta, namun baru memiliki uang sebanyak Rp 100 juta. Maka A akan mengajukan pembiayaan pembelian rumah kepada bank syariah. Setelah memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan oleh bank,  bank akan menjual kembali rumah tersebut kepada A dengan mengambil keuntungan (margin) misalnya 50 persen. Jadi bank menjual rumah tersebut sebesar RP 450 juta kepada A dan boleh diangsur selama 10 tahun. Karena A telah memberikan uang muka sebesar Rp 100 juta, maka A tinggal mengangsur sebanyak RP 300 juta selama 10 tahun ke bank syariah. Inilah yang dinamakan prinsip jual beli dengan menggunakan akad murobahah.

Pengertian murabahah adalah akad yang dipergunakan dalam perjanjian jual beli barang dengan menyatakan harga pokok barang dan keuntungan (margin)  yang disepakati oleh penjual (bank syariah) dan pembeli (nasabah). Bank syariah membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank syariah sendiri, kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual yaitu harga pokok barang ditambah keuntungan.

Prinsip bagi hasil biasanya digunakan untuk pembiayaan yang bersifat produktif. Contoh: A ingin mengembangkan usaha produksi tas. Modal tambahan yang diperlukan senilai Rp 250 juta. A kemudian mengajukan pembiayaan usaha kepada bank syariah sebesar Rp 250 juta. Setelah seluruh persyaratan pengajuan lengkap, bank akan meneliti kelayakan tersebut. Jika dianggap layak, maka bank syariah akan menyalurkan pembiayaan usaha tas kepada A. Keuntungan usaha yang berhasil diperolah A, dibagihasilkan dengan bank syariah sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati, misalnya A mendapatkan bagian 60 persen dari keuntungan, dan bank syariah mendapatkan bagian 40 persen dari keuntungan. Inilah yang dinamakan dengan prinsip bagi hasil menggunakan akad mudharobah. Np.06.14


Tidak ada komentar:

Posting Komentar