1.
Hutang piutang
·
Misalkan A pinjam uang Rp 1 juta kepada B. Pada
waktu A akan mengembalikan pinjamannya, B meminta kepada A untuk mengembalikan
Rp 1,2 juta, ini riba karena ada tambahan Rp 200.000,-
·
Contoh lagi, A meminjam uang kepada B Rp 10 juta
selama satu tahun. Sampai dengan waktu sepuluh tahun B tidak bisa membayar
hutangnya, kemudian A meminta kepada B supaya membayar hutangnya yang Rp 10
juta menjadi Rp 20 juta. Alasannya, dahulu ketika uang Rp 10 juta kalau
dibelikan sapi dapat dua ekor, sedangkan sekarang dua ekor sapi harganya Rp 20
juta, maka sekarang B harus membayar hutangnya Rp 20 juta, Ini termasuk riba
nasi’ah (riba hutang piutang).
·
Masih soal pinjam meminjam. Misalkan A pinjam
gabah 1 kuintal kepada B, waktu itu harga gabah Rp 5.000 per kg, dua bulan,
saat A akan mengembalikan gabah kepada B harga gabah turun menjadi Rp 4.000 per
kg. Akhirnya si B tidak bisa menerima pengembalian gabah ssama-sama 1 kuintal,
tetapi B meminta pengembalian gabah sebanyak 1,25 kuintal. Ini jelas riba.
Supaya tidak riba maka pinjaman gabah 1 kuintal maka pengembaliannya pun harus
satu kuintal gabah.
2. Jual beli
(Perdagangan)
·
Menukarkan uang kertas Rp 100 ribuan denga uang
receh, misal senilai Rp 90 ribu. Bisnis seperti ini biasanya terjadi di
terminal-terminal bus pada waktu menjelang lebaran, ini jelas riba. Supaya
tidak riba maka uang kertas Rp 100 ribuan itu harus ditukar denga uang receh
(misal ribuan) yang senilai tetap Rp 100 ribu juga.
·
Menukarkan uang Dolar atau mata uang lainnya
dengan mata uang rupiah sesuai dengan kurs sekarang, tetapi penyerahannya tidak
pada waktu sekarang. Misal, satu minggu berikutnya, ini juga termasuk riba.
Supaya tidak riba maka uang Dolar atau mata uang lainnya ini ditukar dengan
rupiah sesuai dengan kurs sekarang dan penyerahannya pun sekarang juga.
·
Menukarkan beras berkualitas rendah (misal 7 kg),
dengan beras berkualitas bagus dengan takaran yang berbeda, semisal 5 kg. Cara
seperti ini juga termasuk riba. Supaya tidak riba maka beras yang berkualitas
rendah dijual dahulu selanjutnya uang hasil penjualannyanya dibelikan beras
berkualitas bagus.
·
Misalkan A membeli sepeda motor dari B secara
kontan seharga Rp 7 juta, kemudian A menjual kembali sepeda motor tersebut
kepada B secara kredit seharga Rp 10 juta. Transaksi seperti ini juga termasuk
riba. Supaya tidak riba, maka A tidak boleh menjual kembali sepeda motor itu
kepda B, tetapi menjual kepada orang lain.
·
Contoh lagi, A menjual sepeda motor kepada B
seharga Rp 15 juta dengan cicilan selama 3 bulan. Sebelum jatuh tempo 3 bulan A
berkata kepada B bahwa waktu cicilannya ditambah 3 bulan lagi tetapi harganya
menjadi Rp 20 juta. Cara seperti ini hukumnya riba, karena ada tambahan Rp 5
juta di luar kesepakatan awal.
·
Seseorang membeli cek mundur seharga Rp 10 juta
secara kontan dengan harga Rp 8 juta, ini hukumnya jelas riba karena menjual
cek mundur itu hakekatnya adalah menjual (menukarkan uang dengan uang),
sehingga tidak boleh ada penambahan uang Rp 2 juta. Adapun yang diperbolehkan
adalah cek senilai Rp 10 juta ditukar dengan uang sebesar Rp 10 juta juga.
·
Kredit kendaraan bermotor kepada Lembaga Keuangan
dan sejenisnya yang menggunakan sistem bunga. Cara ini jelas haram dan riba.
Supaya tidak riba maka bisa kredit kendaraan bermotor kepada Lembaga Keuangan
dan sejenisnya dengan sistem syariah yaitu dengan sistem jual beli biasa atau
jual beli secara murabahah.
·
A menitipkan modal kepada B sebesar Rp 10 juta
tetapi A meminta kepada B supaya setiap bulan diberi keuntungan 5% dari modal
yang dititipkan tersebut, atau A menentukan nominal keuntungan setiap bulan
semisal Rp 500 ribu. Atau sebaliknya yang menawarkan keuntungan adalah B kepada
A, baik secara prosentase atau nominal dari modal yang dititipkan. Ini hukumnya
jelas haram dan riba. Supaya halal dan tidak riba, keuntungan yang
diperjanjikan adalah prosentase dari keuntungan yang diperoleh, misal B
memberikan bagi hasil kepada A sebesar 40% dari keuntungan (bersih/kotor) yang
diperolah tergantung kesepakatan kedua belah piha.
3. Soal Arisan
·
Arisan uang dengan nilai harga beras. Contoh,
bulan Desember harga beras Rp 7.000,- per kg. Maka masing-masing anggota arisan
menyetorkan uang arisan Rp 7.000,- per kg. Apabila pada bulan Januari harga
beras Rp 10.000,- per kg, maka masing-masing anggota arisan meyetorkan uang
arisan Rp 10.000,- per kg. Cara seperti ini hukumnya riba karena transaksi uang
dengan uang yang timbul adanya tambahan
dari Rp 7.000,- menjadi Rp 10.000,-. Supaya tidak riba maka bukan arisan uang
dinilai dengan harga beras, tetapi betul-betul arisan beras sehingga yang
diserahterimakan adalah beras. Walaupun harganya bisa berubah-ubah hukumnya
tetapi tetap halal, karena yang ditransaksikan adalah berasnya bukan harganya.
·
Suatu perkumpulan (misal 12 orang) mengadakan
arisan uang. Masing-masing orang membayar Rp 100 ribu sehingga total penerimaan
arisan adalah Rp 1,2 juta. Ketika salah satu peserta arisan membutuhkan uang
secara mendesak, maka penerimaan uang arisan Rp 1,2 juta pada beberapa bulan
mendatang dijual sekarang kepada peserta tersebut secara kontan dengan harga Rp
1 juta. Ini hukumnya riba, supaya tidak riba maka harus dijual Rp 1,2 juta.
·
Arisan sepeda motor dengan sistem lelang. Jumah
peserta 50 orang dengan menyerahkan uang arisan Rp 200.000,- per bulan,
sehingga jumlah uang yang terkumpul Rp 10 juta, Harga sepeda motor yang
disepakati Rp 15 juta. Pemenang arisan dilelang, yaitu siapa saja yang bisa
memberikan uang tambahan paling tinggi minimal 5 juta maka dia yang berhak
mendapatkan uang arisan Rp 10 juta. Begitu pula pada bulan berikutnya. Apabila
harga jenis sepeda motor naik, misalkan menjadi Rp 17,5 juta, maka pemenang
arisannya adalah yang bisa menambah setinggi-tingginya, minimal Rp 7,5 juta,
begitu seterusnya. Cara seperti ini
hukumnya riba karena ada tambahan uang arisan yang berbeda-beda. Adapun
yang tidak riba adalah apabila pada bulan ini harga sepeda motor Rp 15 juta,
maka harga itu dibagi rata kepada 50 peserta, sehingga masing-masing membayar
arisan Rp 300.000,- begitu seterusnya. Apabila harga sepeda motor naik menjadi
17,5 juta maka uang tersebut dibagi rata kepada 50 peserta, sehingga
masing-masing membayar Rp 350.000,-. Cara seperti ini tidak riba, karena yang
dijadikan arisan adalah sepeda motor jenis tertentu yang sudah disepakati,
bukan harganya.
4. Main Indeks Saham
·
Bermain indeks harga saham adalah menyerahkan
sejumlah uang untuk diinvestasikan dalam bursa indeks harga saham. Contoh,
Indeks Han-Seng untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi jual beli indeks
harga saham tersebut. Ini hukumnya riba, karena pada hakekatnya menyerahkan
uang untuk mendapatkan uang lebih banyak tanpa adanya jual beli barang secara
riil. Indeks harga saham bukanlah barang fisik yang bisa diserahterimakan,
karena yang diperjualbelikan adalah harga saham bukan sahamnya. Adapun yang
boleh adalah membeli saham dengan tujuan menjadi salah satu pemilik perusahaan
yang menjual saham tersebut. Ada bukti kepemilikan dalam perusahaan tersebut
dalam bentuk sertifikat saham, seperti membeli saham koperasi, BPRS dll.
np0414//**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar