
DPP LDII mengadakan acara
tahunan Halal bi Halal menyambut Hari Raya Idul Fitri, pada Sabtu (24/8/2013).
Acara ini dihadiri oleh pejabat Kementerian Agama, Pemprov DKI Jakarta, Polri,
tokoh parpol, ormas Islam, dan alim ulama. Acara ini ditujukan untuk menguatkan
ukhuwah Islamiyah segenap komponen bangsa, untuk memperkokoh persatuan bangsa.
Dalam
sambutannya Ketua Umum DPP LDII Prof. DR. KH. Abdullah Syam mengajak seluruh
umat Islam menghayati Idul Fitri, sebagai momentum kemenangan atas hawa nafsu
untuk meningkatkan keimanan dan mendekatkan hamba dengan Allah SWT.
Abdullah
Syam mengajak umat Islam tidak terjebak konsumerisme, yang jauh dari
nilai-nilai Islam. “Allah SWT membenci perbuatan menghambur-hamburkan uang, dan
mengajarkan supaya umat Islam muzhid mujhid, bekerja keras lagi hemat,” ujar
Abdullah Syam. Terutama di saat pemerintah sedang menghadapi perekonomian dunia
yang tak menentu, maka umat Islam di Indonesia harus bekerja keras secara
cerdas, agar goncangan ekonomi tidak sampai menurunkan tingkat kesejahteraan
umat Islam.
Abdullah
Syam mengingatkan, jebakan konsumerisme telah terjadi saat Ramadan berlanjut
hingga Lebaran. Menurutnya, di era Rasulullah SAW, memperingati Idul Fitri
tidak berlebihan. Justru seusai salat Idul Fitri, Rasulullah memerintahkan
supaya umat Islam memperbanyak sedekah, “Memang disunnahkan memakai baju yang terbaik
atau baru, tapi bukan berarti harus berlebihan,” ujar Abdullah Syam.
Menurutnya,
menjelang Hari Raya Idul Fitri, media massa dan industri mulai dari film,
sinetron, music, mal, hingga restoran mendadak “masuk Islam”. “Yang
terjadi adalah Ramadan dan Idul Fitri menjadi semacam bulan madu, antara simbol
Barat dan simbol keislaman, yang tak pernah terjadi di luar bulan Ramadan dan
Idul Fitri,” pungkas Abdullah Syam.
Bombardir
iklan yang membuat nalar manusia tak sehat dalam mengkonsumsi suatu produk,
mengalami puncaknya justru di saat Ramadan, di mana setiap orang dianjurkan
agar tidak hidup berlebihan. Budaya konsumerisme yang mengajarkan: Anda adalah
apa yang Anda kenakan, Anda adalah apa yang Anda makan, kian dimanja dengan
berbagai merek, yang justru di luar Ramadan tidak mengidentifikasi dirinya
sebagai ciri keislaman. “Iklan pun semakin aneh, misalnya tiba-tiba gerai fast
food menciptakan iklan seolah-olah gerai mereka adalah tempat berbuka puasa
yang terbaik,” ujar Abdullah Syam.
Bukan
hanya soal makanan, iklan mobil juga marak. Tujuannya agar umat Islam mengganti
mobil mereka saat Lebaran. Menurutnya inilah ironi. Rasulullah SAW meneladankan
kesederhanaan dan kepekaan sosial yang tinggi. Momentum mudik seharusnya
menjadi ajang memperkuat silaturahim, dan pendisribusian kesejahteraan dari
kota ke desa.
Perputaran
uang dari kota ke desa saat lebaran menurut data BPS terus meningkat, tahun
lalu mencapai Rp 40 triliun, tahun ini diperkirakan Rp 90 triliun. Bila umat
Islam merayakan Idul Fitri tak berlebihan, mungkin saja perputaran uang ke
desa-desa menjadi semakin besar. “Hal ini sangat membantu, ketika inflasi
tinggi akibat harga BBM dan melemahnya rupiah terhadap dolar membuat daya beli
masyarakat melemah, maka uang dari kota itu menghidupkan ekonomi di pedesaan,”
papar Abdullah Syam.
Idul
Fitri Memaknai Kemajemukan Bangsa
DPP LDII mengajak umat Islam untuk memanfaatkan momentum lebaran untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Lebaran adalah jalan untuk meningkatkan siilaturahim antara umat Islam, umat Islam dengan umat agama lain, dan antara umat Islam dan uli amri, yakni pemerintah.
DPP LDII mengajak umat Islam untuk memanfaatkan momentum lebaran untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Lebaran adalah jalan untuk meningkatkan siilaturahim antara umat Islam, umat Islam dengan umat agama lain, dan antara umat Islam dan uli amri, yakni pemerintah.
“Bangsa
Indonesia memiliki keyakinan masing-masing, namun semua keyakinan, ras, suku
bangsa, dan bahasa disatukan oleh semangat Pancasila,” ujar Prof Dr KH Abdullah
Syam. Menurutnya, kemerdekaan Indonesia adalah hasil jerih payah bangsa Indonesia
dari Sabang hingga Merauke. Perbedaan adalah perekat, penghargaan terhadap
keberagaman adalah keIndonesiaan itu sendiri. Idul Fitri menjadi semacam
penghilang rasa curiga atau ancaman atas perbedaan.
Dalam
konteks berbangsa dan berbegara, Idul Fitri adalah kembali ke fitrah dalam
semangat kebangsaan, melaksanakan butir-butir Pancasila secara istiqomah:
Memuliakan ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan kesejahteraan
sosial. “Pancasila hadir sebagai fitrah bernegara, sekaligus beragama. Dengan
falsafah Pancasila, sesungguhnya kita telah selesai mendiskusikan hubungan
agama tautannya dengan negara. Perdebatan ideologis dan kontestasi ras, suku,
agama, bahasa telah selesai dengan lima sila itu,” ujar Abdullah Syam.
DPP LDII
mengajak seluruh komponen bangsa, memanfaatkan momen Idul Fitri untuk
menjadikan Pancasila sebagai cita-cita pembangunan bangsa, wewujudkan keadilan
sosial dan kesejahteraan bangsa. Bukan mengutamakan kepentingan pribadi di atas
golongan. “Lebaran adalah saat di mana semua elemen bangsa meningkatkan
kesalehan sosial,” ujar Abdullah Syam. (http://ldii.or.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar