Cari Blog Ini

Selasa, 29 Oktober 2013

Cita-cita Sumpah Pemuda dalam Sako Sekawan Persada Nusantara

Cita-cita Sumpah Pemuda dalam Sako Sekawan Persada Nusantara
Satu bangsa, satu bahasa, dan tekad satu tanah air adalah bentuk nasionalisme ala para pemuda perantauan di Jakarta pada 28 Oktober 1928. Sumpah mereka bergema hingga kini di tengah ancaman globalisasi yang mampu meruntuhkan nasionalisme. LDII ingin membangkitkan kembali nasionalisme dengan Pramuka.
Pramuka adalah cerita mengenai gembira. Inilah yang membuat para remaja hingga dewasa gemar berpramuka. Dalam Pramuka diajarkan kesetiakawanan, kemandirian, kebersamaan, gotong royong, mencari solusi, dan tentu saja moralitas. Itulah mengapa Pramuka terbilang efektif dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa.
“Inilah yang melatari LDII membentuk gerakan kepanduan untuk menaungi berbagai Gugus Depan (Gudep) Pramuka di lingkungan warga LDII. Apalagi pemerintah telah membuat UU Tentang Gerakan Pramuka No 12 Tahun 2010 yang memungkinkan  pembangunan karakter bangsa melalui gerakan kepanduan. Ini sejalan dengan tujuan Sako Sekawan Persada Nusantara,” ujar Ketua Departemen Pemuda, Kepanduan, Olahraga, dan Seni Budaya DPP LDII Adityo Handoko.
Maka sejak 2010, LDII menggagas gerakan kepanduan. Dan dalam setahun terakhir digagaslah Satuan Komunitas Sekawan Persada Nusantara (SPN). Cita-cita SPN mampu masuk dalam daftar Satuan Komunitas Nasional (Sakonas). Untuk itu SPN harus memiliki minimal lima Satuan Komunitas Daerah (Sakoda) dan di setiap Sakoda minimal memiliki Sakocab, yang terdiri dari lima Gugus Depan (Gudep). Sako SPN rencananya akan membentuk Gudep di lingkungan masjid di lingkungan LDII.
pramuka
Menurut Adityo Handoko, Sako SPN telah memiliki sekitar 100 Gudep di Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Lantas apa fungsi Pramuka di lingkungan LDII? “Pramuka adalah wahana dakwah membangun moral dan karakter bangsa,” ujar Adityo Handoko. Adityo memisalkan program pembinaan generasi penerus LDII, Penggerak Pembina Generus (PPG) kerap dijalankan melalui Sako SPN.
Pramuka berperan sebagai experential learning atau pembelajaran melalui pengalaman untuk penjiwaan kurikulum berdasarkan Alquran dan Alhadits, yang dibuat oleh PPG dengan tujuan Tri Sukses Generus, yaitu ‘Alim, Faqih, Akhlaqul Karimah dan Mandiri. “Sako Nuansa Persada menjadi wahana untuk mengemas pembelajaran pemahaman quran dan hadits, menjadiexperiential learning,” kata Adityo Handoko.
Menurut Ketua Tim Persiapan Pembentukan Sako SPN Herlan Maulana, Pramuka mampu menyemaikan semangat nasionalisme, sebagaimana semangat Sumpah Pemuda. Setia anggota Pramuka karakternya dibentuk melalui Dharma Pramuka. “Dalam Dharma Pramuka, generasi penerus bangsa dididik untuk bertakwa kepada Tuhan dalam mencintai alam dan mengasihi sesama manusia. Menjadi pribadi yang patuh dalam kesopanan, bersifat kesatria namun tidak egois karena suka bermusyawarah,” ujar Herlan Maulana.
sako-sekawan
Harapannya kelak, setiap anggota warga LDII yang menjadi anggota Pramuka tidak menjadi pemimpin yang tirani dan mengedepankan hawa nafsu, serta tidak peka terhadap lingkungan sekelilingnya. Dengan Pramuka akan lahir pemuda LDII yang selalu menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, dapat dipercaya karena suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
Dengan Pramuka, generasi penerus akan menjalani kehidupannya secara hemat, cermat dan bersahaja, jauh dari kemewahan yang tak berarti. Sebagai rakyat, generasi muda LDII dalam kepanduan, selalu terampil dan selalu gembira dan tabah dalam menjalankan kepatuhannya. Setia dan disiplin pada peraturan serta berani dalam setiap perjuangan. Penuh ketabahan dalam menerima segala kondisi.
Herlan menambahkan, untuk pembentukan karakter itu diperlukan suatu kegiatan yang dilaksanakan di luar ruangan, karena sejak zaman pendiri boy scouts, Lord Robert Baden Powell selalu melakukan kegiatan kepanduan di luar ruangan, seperti kemah, baris berbaris dan upacara. “Di situlah karakter terbentuk,” ujar Herlan.
Menurut Edwin, Pramuka adalah pembentuk karakter bangsa agar Indonesia tak kehilangan segalanya sebagai sebuah bangsa. “If wealth is lost, nothing is lost, If health is lost, something is lost, but if character is lost, everything is lost,” ujar Edwin Sumiroza.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar