Cari Blog Ini

Sabtu, 27 Juli 2013

Kasus-kasus Unik Pembagian Waris


(LDII) Ilmu Faroid

Selain masalah batalnya kewarisan, Kitab Himpunan Faroid yang dirilis oleh LDII, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, mencatat beberapa kasus unik tentang pembagian harta waris. Ada tiga faktor penyebab batalnya hubungan waris dalam keluarga atau famili, yaitu: batalnya kewarisan karena anak zina, karena perbedaan agama, dan karena pembunuhan.
Seseorang yang telah membunuh pewarisnya maka ia tidak lagi berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuhnya.
2109 – حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «القَاتِلُ لَا يَرِثُ»
__________
[حكم الألباني] : صحيح
… Nabi s.a.w. bersabda: “Orang yang membunuh tidak berhak atas waris”.
[Hadist Sunan Termizi No. 2109 Abwabul Faroid]

Sedangkan kasus-kasus unik dalam masalah pembagian harta waris antara lain:
1.       Waris orang banci
2.       Seseorang yang mati tidak memiliki ahli waris.
3.       Waris anak yang diduga hasil perselingkuhan.
4.       Waris janin baru lahir.
5.       Waris anak temuan.
6.       Waris ashobah.
Warisan Seorang Banci
Warisan banci dihitung menurut jenis kelaminnya. Apabila kelaminnya laki-laki maka ia mendapat bagian laki-laki dan bila perempuan iapun mendapat bagian perempuan. Yang jadi persoalan adalah banci yang tidak jelas kelaminnya. Maka bagian waris dari seseorang yang tidak jelas kelaminnya atau berkelamin ganda maka dihitung separuh menurut bagian laki-laki dan separoh sesuai bagian perempuan.
3013 – حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ مُغِيرَةَ، عَنْ شِبَاكٍ، عَنْ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ، فِي الْخُنْثَى، قَالَ: «يُوَرَّثُ مِنْ قِبَلِ مَبَالِهِ» مسند الدارمي المعروف
[Hadist Musnad Ad-Daromi No. 3013 Kitabul Faroid]

3014 – حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو هَانِئٍ، قَالَ: سُئِلَ عَامِرٌ، عَنْ مَوْلُودٍ وُلِدَ وَلَيْسَ بِذَكَرٍ وَلَا أُنْثَى، لَيْسَ لَهُ مَا لِلذَّكَرِ، وَلَيْسَ لَهُ مَا لِلْأُنْثَى، يُخْرِجُ مِنْ سُرَّتِهِ كَهَيْئَةِ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ، سُئِلَ عَنْ مِيرَاثِهِ فَقَالَ: «نِصْفُ حَظِّ الذَّكَرِ، وَنِصْفُ حَظِّ الْأُنْثَى»
[تعليق المحقق] إسناده ضعيف
[Hadist Musnad Ad-Daromi No. 3014 Kitabul Faroid]
Orang Mati yang Tidak Memiliki Ahli Waris
Sesuai dengan tuntunan Rasulullah s.a.w. yang tertulis dalam Hadist Sunan Termizi No. 2105 Abwabul Faroid, seseorang yang meninggal dunia dan tidak memiliki ahli waris maka hartanya dibagikan kepada masyarakat lingkungan sekitarnya.
Sedangkan Hadist Sunan Termizi No. 2106 Abwabul Faroid menceritakan kasus seorang laki-laki yang mati tidak mepunyai ahli waris kecuali seorang budak maka Nabi memberikan harta peninggalan sang mayit kepada budak tersebut. Hadist ini statusnya dhoif.
Sunan Termizi menukil ucapan Abu Isa bahwa praktek diantara para ahli ilmu terhadap masalah orang mati yang tidak meninggalkan ahli waris ialah hartanya diserahkan ke Baitul Maal.
2105 – حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالَ: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الأَصْبِهَانِيِّ، عَنْ مُجَاهِدٍ وَهُوَ ابْنُ وَرْدَانَ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ مَوْلًى لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَعَ مِنْ عِذْقِ نَخْلَةٍ فَمَاتَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ وَارِثٍ؟» قَالُوا: لَا، قَالَ: «فَادْفَعُوهُ إِلَى بَعْضِ أَهْلِ القَرْيَةِ» وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ. وَفِي الْبَابِ عَنْ بُرَيْدَةَ
__________
[حكم الألباني] : صحيح
… dari Aisah, sesungguhnya mantan budaknya Nabi s.a.w. jatuh dari pelepah pohon kurma dan mati.
Maka Nabi s.a.w. bersabda: “Carilah apakah ia memiliki ahli waris”. Sahabat menjawab: “Tidak ada”. Nabi bersabda: “Berikanlah warisannya pada sebagian penduduk desa”.
[Hadist Hadist Sunan Termizi No. 2105 Abwabul Faroid]

2106 – حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَوْسَجَةَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، «أَنَّ رَجُلًا مَاتَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَدَعْ وَارِثًا إِلَّا عَبْدًا هُوَ أَعْتَقَهُ فَأَعْطَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِيرَاثَهُ» : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَالعَمَلُ عِنْدَ أَهْلِ العِلْمِ فِي هَذَا البَابِ: إِذَا مَاتَ الرَّجُلُ وَلَمْ يَتْرُكْ عَصَبَةً أَنَّ مِيرَاثَهُ يُجْعَلُ فِي بَيْتِ مَالِ المُسْلِمِينَ
__________
[حكم الألباني] : ضعيف
… dari Ibni Abbas: “Sesungguhnya seorang lakil-laki mati pada masa Rasulillah s.a.w. dan laki-laki itu tidak memiliki ahli waris kecuali seorang budak yang ia telah merdekakan, maka Nabi s.a.w. mewariskan pada budak itu”.
Hadist ini hasan dan praktek di sisi ahli ilmu dalam masalah bab ini: Ketika seorang laki-laki meninggal dunia dan tidak meninggalkan ahli waris ashobah sesungguhnya warisannya dijadikan dalam Baitul Maal.
[Hadist Hadist Sunan Termizi No. 2106 Abwabul Faroid]
Waris Anak yang Diduga Hasil Perselingkuhan
Satu lagi khasus unik dalam pembagian harta waris adalah waris saling laknat, yaitu suami istri yang saling gugat karena sang istri dicurigai telah melahirkan anak hasil perselingkuhan. Dalam kasus seperti itu, meskipun tidak secara definitif istri ditetapkan telah zina, Nabi s.a.w. memisahkan pasangan tersebut dan menasabkan anak yang diduga hasil selingkuh tersebut kepada ibunya.
Dengan demikian anak yang dituduh sebagai hasil selingkuh tidak berhak atas harta waris “ayahnya”. Pemahaman ini bisa dikaji dalam Hadist Shohih Bukhari No. 6748 Kitabul Faroid.
6748 – حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ قَزَعَةَ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: «أَنَّ رَجُلًا لاَعَنَ امْرَأَتَهُ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَانْتَفَى مِنْ وَلَدِهَا، فَفَرَّقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُمَا، وَأَلْحَقَ الوَلَدَ بِالْمَرْأَةِ»
… dari Nafik dan Ibnu Umar r.a.: “Sesungguhnya seorang laki-laki melaknati istrinya pada masa Nabi s.a.w. dan laki-laki itu tidak mengakui anaknya, maka Nabi s.a.w. memisahkan keduanya (untuk selamanya) dan menasabkan anaknya kepada ibunya”.
[Hadist Shohih Bukhari No. 6748 Kitabul Faroid]
Waris Janin Baru Lahir yang Mati
Dalam ilmu Faroid seorang janin yang sudah bersuara dan meninggal dunia tetap harus diperhitungkan hak kewarisannya. Meskipun nantinya dibagikan kembali seorang anggota keluarga yang sudah lama mati tetap harus dimasukkan sebagai ahli waris, penerima harta warisan.
2920 – حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ إِسْحَاقَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قُسَيْطٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا اسْتَهَلَّ الْمَوْلُودُ وُرِّثَ»
__________
[حكم الألباني] : صحيح
… Nabi s.a.w. bersabda: “Ketika seorang janin sudah bersuara berhak atas waris”.
[Hadist Sunan Abi Dawud No. 2920 Kitabul Faroid]
Hak Waris Anak Temuan
Seorang wanita mendapatkan nasab waris dari 3 sumber yaitu budak yang ia merdekakan, anak yang ia temukan dan anak yang dicurigai suaminya hasil selingkuh. Seorang anak yang tidak diketahui asal usul keluarganya mendapatkan hak kewarisan dari orang yang menemukan atau yang mengangkatnya sebagai anak.
2742 – حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ رُؤْبَةَ التَّغْلِبِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْوَاحِدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ النَّصْرِيِّ، عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” الْمَرْأَةُ تَحْرِزُ ثَلَاثَ مَوَارِيثَ: عَتِيقِهَا، وَلَقِيطِهَا، وَوَلَدِهَا الَّذِي لَاعَنَتْ عَلَيْهِ “
… Nabi s.a.w. bersabda: “Seorang perempuan mendapatkan tiga waris, budak yang ia merdekakan, dan anak yang ia temukan, dan anak yang suaminya melaknati atasnya (dituduh hasil selingkuh/zina).

[Hadist Sunan Abi dawud No. 2742 Kitabul Faroid]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar