
Selain
masalah batalnya kewarisan, Kitab Himpunan Faroid yang dirilis oleh LDII, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, mencatat
beberapa kasus unik tentang pembagian harta waris. Ada tiga faktor penyebab
batalnya hubungan waris dalam keluarga atau famili, yaitu: batalnya kewarisan
karena anak zina, karena perbedaan agama, dan karena pembunuhan.
Seseorang yang telah membunuh pewarisnya maka ia tidak lagi
berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuhnya.
2109 – حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ،
عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «القَاتِلُ
لَا يَرِثُ»
__________
[حكم الألباني] : صحيح
__________
[حكم الألباني] : صحيح
… Nabi s.a.w. bersabda:
“Orang yang membunuh tidak berhak atas waris”.
[Hadist Sunan Termizi No. 2109 Abwabul
Faroid]
Sedangkan kasus-kasus unik dalam masalah pembagian harta waris antara lain:
1.
Waris orang banci
2.
Seseorang yang mati tidak
memiliki ahli waris.
3.
Waris anak yang diduga
hasil perselingkuhan.
4.
Waris janin baru lahir.
5.
Waris anak temuan.
6.
Waris ashobah.
Warisan Seorang Banci
Warisan banci dihitung menurut jenis kelaminnya. Apabila
kelaminnya laki-laki maka ia mendapat bagian laki-laki dan bila perempuan iapun
mendapat bagian perempuan. Yang jadi persoalan adalah banci yang tidak jelas
kelaminnya. Maka bagian waris dari seseorang yang tidak jelas kelaminnya atau
berkelamin ganda maka dihitung separuh menurut bagian laki-laki dan separoh
sesuai bagian perempuan.
3013 – حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ مُغِيرَةَ، عَنْ شِبَاكٍ،
عَنْ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ، فِي الْخُنْثَى، قَالَ: «يُوَرَّثُ مِنْ قِبَلِ
مَبَالِهِ» مسند الدارمي المعروف
[Hadist
Musnad Ad-Daromi No. 3013 Kitabul Faroid]
3014 – حَدَّثَنَا أَبُو
نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو هَانِئٍ، قَالَ: سُئِلَ عَامِرٌ، عَنْ مَوْلُودٍ
وُلِدَ وَلَيْسَ بِذَكَرٍ وَلَا أُنْثَى، لَيْسَ لَهُ مَا لِلذَّكَرِ، وَلَيْسَ
لَهُ مَا لِلْأُنْثَى، يُخْرِجُ مِنْ سُرَّتِهِ كَهَيْئَةِ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ،
سُئِلَ عَنْ مِيرَاثِهِ فَقَالَ: «نِصْفُ حَظِّ الذَّكَرِ، وَنِصْفُ حَظِّ
الْأُنْثَى»
[تعليق المحقق] إسناده ضعيف
[تعليق المحقق] إسناده ضعيف
[Hadist
Musnad Ad-Daromi No. 3014 Kitabul Faroid]
Orang Mati yang Tidak
Memiliki Ahli Waris
Sesuai dengan tuntunan Rasulullah s.a.w. yang tertulis dalam Hadist Sunan Termizi No. 2105 Abwabul Faroid,
seseorang yang meninggal dunia dan tidak memiliki ahli waris maka hartanya
dibagikan kepada masyarakat lingkungan sekitarnya.
Sedangkan Hadist Sunan Termizi No. 2106 Abwabul Faroid
menceritakan kasus seorang laki-laki yang mati tidak mepunyai ahli waris
kecuali seorang budak maka Nabi memberikan harta peninggalan sang mayit kepada
budak tersebut. Hadist ini statusnya dhoif.
Sunan Termizi menukil ucapan Abu Isa bahwa praktek diantara para
ahli ilmu terhadap masalah orang mati yang tidak meninggalkan ahli waris ialah
hartanya diserahkan ke Baitul Maal.
2105 – حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ
قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالَ: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الأَصْبِهَانِيِّ، عَنْ مُجَاهِدٍ وَهُوَ ابْنُ
وَرْدَانَ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ مَوْلًى لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَعَ مِنْ عِذْقِ نَخْلَةٍ فَمَاتَ، فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ
وَارِثٍ؟» قَالُوا: لَا، قَالَ: «فَادْفَعُوهُ إِلَى بَعْضِ أَهْلِ القَرْيَةِ»
وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ. وَفِي الْبَابِ عَنْ بُرَيْدَةَ
__________
[حكم الألباني] : صحيح
__________
[حكم الألباني] : صحيح
… dari Aisah,
sesungguhnya mantan budaknya Nabi s.a.w. jatuh dari pelepah pohon kurma dan
mati.
Maka Nabi s.a.w. bersabda: “Carilah apakah ia memiliki ahli waris”. Sahabat menjawab: “Tidak ada”. Nabi bersabda: “Berikanlah warisannya pada sebagian penduduk desa”.
Maka Nabi s.a.w. bersabda: “Carilah apakah ia memiliki ahli waris”. Sahabat menjawab: “Tidak ada”. Nabi bersabda: “Berikanlah warisannya pada sebagian penduduk desa”.
[Hadist Hadist Sunan Termizi No. 2105
Abwabul Faroid]
2106 – حَدَّثَنَا ابْنُ
أَبِي عُمَرَ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ
عَوْسَجَةَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، «أَنَّ رَجُلًا مَاتَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَدَعْ وَارِثًا إِلَّا عَبْدًا
هُوَ أَعْتَقَهُ فَأَعْطَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِيرَاثَهُ» : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَالعَمَلُ عِنْدَ أَهْلِ العِلْمِ فِي هَذَا
البَابِ: إِذَا مَاتَ الرَّجُلُ وَلَمْ يَتْرُكْ عَصَبَةً أَنَّ مِيرَاثَهُ
يُجْعَلُ فِي بَيْتِ مَالِ المُسْلِمِينَ
__________
[حكم الألباني] : ضعيف
__________
[حكم الألباني] : ضعيف
… dari Ibni Abbas: “Sesungguhnya seorang
lakil-laki mati pada masa Rasulillah s.a.w. dan laki-laki itu tidak memiliki
ahli waris kecuali seorang budak yang ia telah merdekakan, maka Nabi s.a.w.
mewariskan pada budak itu”.
Hadist ini hasan dan praktek di sisi ahli ilmu
dalam masalah bab ini: Ketika seorang laki-laki meninggal dunia dan tidak
meninggalkan ahli waris ashobah sesungguhnya warisannya dijadikan dalam Baitul
Maal.
[Hadist
Hadist Sunan Termizi No. 2106 Abwabul Faroid]
Waris Anak yang Diduga
Hasil Perselingkuhan
Satu lagi khasus unik dalam pembagian harta waris adalah waris saling laknat, yaitu suami istri yang
saling gugat karena sang istri dicurigai telah melahirkan anak hasil
perselingkuhan. Dalam kasus seperti itu, meskipun tidak secara definitif istri
ditetapkan telah zina, Nabi s.a.w. memisahkan pasangan tersebut dan menasabkan
anak yang diduga hasil selingkuh tersebut kepada ibunya.
Dengan demikian anak yang dituduh sebagai hasil selingkuh tidak
berhak atas harta waris “ayahnya”. Pemahaman ini bisa dikaji dalam Hadist Shohih Bukhari No. 6748 Kitabul Faroid.
6748 – حَدَّثَنِي يَحْيَى
بْنُ قَزَعَةَ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا: «أَنَّ رَجُلًا لاَعَنَ امْرَأَتَهُ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَانْتَفَى مِنْ وَلَدِهَا، فَفَرَّقَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُمَا، وَأَلْحَقَ الوَلَدَ بِالْمَرْأَةِ»
… dari Nafik dan Ibnu
Umar r.a.: “Sesungguhnya seorang laki-laki melaknati istrinya pada masa Nabi
s.a.w. dan laki-laki itu tidak mengakui anaknya, maka Nabi s.a.w. memisahkan keduanya
(untuk selamanya) dan menasabkan anaknya kepada ibunya”.
[Hadist Shohih Bukhari No. 6748 Kitabul
Faroid]
Waris Janin Baru Lahir yang
Mati
Dalam ilmu Faroid seorang janin yang sudah bersuara dan
meninggal dunia tetap harus diperhitungkan hak kewarisannya. Meskipun nantinya
dibagikan kembali seorang anggota keluarga yang sudah lama mati tetap harus
dimasukkan sebagai ahli waris, penerima harta warisan.
2920 – حَدَّثَنَا حُسَيْنُ
بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ
إِسْحَاقَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قُسَيْطٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا
اسْتَهَلَّ الْمَوْلُودُ وُرِّثَ»
__________
[حكم الألباني] : صحيح
__________
[حكم الألباني] : صحيح
… Nabi s.a.w. bersabda:
“Ketika seorang janin sudah bersuara berhak atas waris”.
[Hadist Sunan Abi Dawud No. 2920 Kitabul
Faroid]
Hak Waris Anak Temuan
Seorang wanita mendapatkan nasab waris dari 3 sumber yaitu budak
yang ia merdekakan, anak yang ia temukan dan anak yang dicurigai suaminya hasil
selingkuh. Seorang anak yang tidak diketahui asal usul keluarganya mendapatkan
hak kewarisan dari orang yang menemukan atau yang mengangkatnya sebagai anak.
2742 – حَدَّثَنَا هِشَامُ
بْنُ عَمَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عُمَرُ
بْنُ رُؤْبَةَ التَّغْلِبِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْوَاحِدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
النَّصْرِيِّ، عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” الْمَرْأَةُ تَحْرِزُ ثَلَاثَ مَوَارِيثَ:
عَتِيقِهَا، وَلَقِيطِهَا، وَوَلَدِهَا الَّذِي لَاعَنَتْ عَلَيْهِ “
… Nabi s.a.w. bersabda:
“Seorang perempuan mendapatkan tiga waris, budak yang ia merdekakan, dan anak
yang ia temukan, dan anak yang suaminya melaknati atasnya (dituduh hasil selingkuh/zina).
[Hadist Sunan Abi dawud No. 2742 Kitabul
Faroid]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar