Cari Blog Ini

Senin, 08 Juli 2013

Menag Gelar Sidang Itsbat Sore Ini



Jakarta (MUIonline) – Menteri Agama RI Drs. H. Surya Dharma Ali, M.Simengemukakan, pemerintah akan melakukan sidang itsbat pada Senin (8/7) sore ini untuk menentukan awal Ramadhan. Kalau hari ini bulan bisa terlihat melalui mata telanjang, maka, awal Ramadhan jatuh pada Selasa (9/7) besok. Tetapi kalau bulan belum bisa terlihat, maka pemerintah akan menetapkan awal Ramadhan pada Rabu (10/7) lusa.
“Kita menunggu hasil rukyah terlebih dahulu, baru pemerintah akan menetapkan awal Ramadhan. Nanti sore (Senin, 8/7 sore ini, red) akan digelar sidang Itsbat untuk melihat bulan dalam rangka menentukan awal Ramadhan. Saya harap agar seluruh umat Islam bisa bersabar menunggu ketetapan pemerintah. Namun kalau ada yang sudah menetapkan terlebih dahulu, seperti Muhammadiyah dan Persis, ya kita tetap menghormati,” katanya kepada MUIonline, di Jakarta, Senin pagi tadi.
Sementara itu, Persatuan Islam (Persis) sudah menentukan awal Ramadhan pada Rabu (9/7) lusa. Ketua Dewan Hisab Dan Rukyah PP. Persis Ustadz H. Mohammad Iqbal Santoso mengemukakan, pada Senin hari ini, hilal memang sudah wujud, tetapi belum bisa terlihat, mengingat umur bulan baru sekitar empat jam. Artinya, bulan (hilal) masih ghumma (terhalang untuk bisa terlihat). Karena itu, hitungan bulan berjalan (Sya’ban) diistikmalkan (disempurnakan) menjadi 30 hari. Persis menetapkan awal Ramadhan pada Rabu lusa,” katanya kepada MUIonline melalui sambungan telpon, Senin (8/7).
Menurut Ustadz Iqbal, perhitungan Persis menganut hisab hakiki. Hal itu berbeda dengan hisab yang digunakan Muhammadiyah yang hanya mengandalkan hisab wujudul hilal yang dinilai lemah. Persis menggunakan Hisab hakiki dengan kriteria imkanurrukyah yang punya landasan dalil yang kuat serta berdasarkan argumentasi ilmiah yang teruji.
Prinsipnya, hisab hakiki ala Persis adalah mengacu pada penegasan Rasulullah, yang walaupun saat maghrib bulan berada positif di atas ufuk, tetapi kalau gumma (terhalang untuk dilihat, maka bulan dalam posisi tersebut oleh Rasulullah tidak ditetapkan sebagai hilal, sehingga ibadah puasa dilaksanakan 30 hari (Shahih Muslim 1808).
“Hisab Imkanurrukyat merupakan upaya menghisab kapan bulan berubah wujud menjadi hilal atau kapan bentuk bulan tampak menyerupai 'urjunil qadim’seperti yang digambarkan Allah dalam Surat Yasin ayat 39. Pendirian Persis tersebut kemudian dikukuhkan oleh Dewan Hisbah dalam sidang tanggal 26 Rabi’uts-tsani 1433/19 Februari 2012 dengan istinbath bahwa hisab awal bulan hijriyah adalah berdasarkan hisab imknurrukyah (visibilitas hilal),” katanya.
Agar bulan bisa tampak sebagai hilal, menurut Ustadz Iqbal, tidak hanya ditentukan oleh irtifa atau ketinggian bulan saat ghurub saja, tetapi tergantung pula pada jarak busur-bulan matahari, umur bulan, iluminasi bulan (ketebalan hilal), kecerlangan langit, faktor cuaca dan variabel lainnya. Sehingga kriteria tersebut kurang tepat menggunakan istilah ‘wujudul hilal’ tapi lebih tepat istilahnya wujudul qomar, karena hanya menghisab hisab posisi bulan wujud di atas ufuk saat maghrib setelah terjadinya ijtima. Dalam astronomi pun tidak dikenal bahwa bulan dalam posisi tersebut sebagai hilal.
Seperti diketahui, Muhammadiyah dan Persis sama-sama menganut metode hisab (perhitungan) dalam nenentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Tetapi Muhammadiyah berprinsip pada wujudul hilal, sementara Persis pada imkanurrukyah. Artinya, bagi Muhammadiyah, yang terpenting hilan atau bulan itu sudah ada, walaupun belum bisa terlihat dengan kasat mata. Sedang Persis berpendapat, adanya bulan (wujudul hilal) itu harus juga bisa mungkin untuk dilihat (imkanurrukyah).
Berbeda dengan Muhammadiyah dan Persis, menurut Nahdlatul Ulama (NU), hitungan hisab, bagaimanapun harus dioperasionalkan dalam konsep melihat bulan langsung dengan mata kepala. Hisab hanya sekedar dijadikan sebagai pedoman keilmuan saja untuk menentukan kapan rukyah biasa dilakukan. Konsep seperti NU itu dianut sebagian besar para ulama dari dulu hingga kini dan juga sudah menjadi keputusan dan ketetapan Sidang Tahunan OKI (Organisasi Dunia Islam Sedunia).
Ketua yang juga Kordinator Harian Pengurus MUI Pusat Dr. KH. Ma’ruf Amin menegaskan bahwa MUI akan mengikuti ketetapan pemerintah untuk menentukan awal Ramadhan. Kepada MUIonline, Kiai Ma’ruf berharap agar perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri tidak dijadikan sebagai ajang keretakan umat, melainkan harus diambil hikmahnya dalam kerangka persatuan dan kesatuan umat, berbangsa dan bernegara.
“Perbedaan awal Ramadhan tidak ada masalah. Dari dulu kan memang sudah begitu, ya jalan terus. Jadi jangan sampai ada yang saling marah. Umat Islam harus tetap bersatu. Yang terpenting bagaimana melaksanakan ibadah sebaik-baiknya dengan tujuan memperoleh ridlo Allah SWT. Bertengkar juga tidak ada manfaatnya, apalagi terus tidak berpuasa. Kita harus mampu menciptakan suasana kondusif dalam Negara kesatuan Indonesia ini,” paparnya.
Ketua Umum PP. Muhammadiyah Dr. H. Din Syamsuddin juga berharap agar ummat Islam tetap saling menghargai satu sama lain dan tidak saling gontok-gontokan hanya soal perbedaan awal Ramadhan. Masing-masing pihak harus saling menghargai adanya perbedaan penentuan awal Ramadhan. Soal ini (awal ramadhan, red) kan bukan hal yang prinsip. Hanya soal tafsir saja. Mari kita laksanakan ibadah puasa dengan sebaik-bakinya,” katanya kepada MUIonline, di Gedung PP. Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin (8/7).
Yang jelas, sesuai keputusan yang sudah ditetapkan, menurut Din, Muhammadiyah mulai berpuasa pada Selasa (9/7) besok. “Ntar malam kita sudah Sholat tarawih dan makan sahur. Kalau ada perbedaan dengan hasil siding itsbat pemerintah nanti sore, ya kita mafhum dan akan menerima sebagai sesuatu yang memang harus berbeda,” ujar Din.
Ketua Umum DPP Al-Washliyah Dr. H. Yusnar Yusuf mengemukakan akan menunggu penetapan pemerintah tentang awal Ramadhan. “Setiap tahun kami memang begitu. Ketetapan pemerintah menjadi hal yang prinsip bagi kaum Al-Washliyah. Kami bahkan selalu ikut terlibat langsung dalam penentuan dalam Sidang Itsbat,” ujar Yusnar yang juga Ketua Harian DPP Ikatan Qari’-Qariah Dan Hafidz-Hafidzah (IPQAH) itu.
Menurut Menang Surya Dharma Ali, pelaksanaan sidang itsbat dengan terlebih dahulu melihat bulan dalam menentukan awal Ramadhan oleh pemerintah adalah merupakan ketetapan yang sudah biasa dilakukan setiap tahun. Sikap pemerintah itu didasarkan pada pemahaman sebagian besar ulama Islam sesuai dengan hadits Nabi yang dipahami selama ini.
“Jadi, apa yang dilakukan pemerintah itu jangan dianggap pemaksaan. Bukan pemaksaan. Silakan kalau ada pihak lain yang berbeda pandangan, silakan. Pemerintah ga pernah memaksakan kehendaknya untuk diikuti. Yang penting umat Islam harus akur terus, walaupun berbeda pandangan terhadap hal-hal ajaran yang bukan prinsip,” kata Menag.
Sidang Itsbat untuk menentukan awal Ramadhan 1434 Hijriyah atau tahun 2013 tahun ini akan diadakan di Kantor Kementerian Agama dan akan dipimpin langsung Menteri Agama RI. Selain unsur pemerintah, sidang itsbat diikuti oleh MUI dan sejumlah organisasi keagamaan lain, termasuk Muhammadiyah dan Persis yang sudah menentukan awal Ramadhan terlebih dahulu. (Qr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar